Posted on Tinggalkan komentar

Nama yang Harum

(Pengkhotbah 7:1)

Berkait dengan kehidupan, sang pemikir menekankan pentingnya nama baik: ”Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.”

Entah mengapa sang pemikir mengaitkan nama harum dengan parfum. Mungkin karena baunya. Dan di mata sang pemikir nama harum itu lebih baik dari pada minyak wangi mana pun.

Nah, apa artinya nama baik? Bagaimana pula cara mengujinya? Mungkin kita perlu bertanya, dalam hati tentunya, ”Apa yang melintas di benak orang ketika mengingat nama kita? Apakah komentar orang saat mendengar nama kita? Sukacitakah atau malah perasaan sebal? Perasaan senang karena telah merasakan kebaikan kita atau malah perasaan marah karena pernah merasakan perlakuan yang tidak menyenangkan dari diri kita?”

Atau, mari kita pikirkan nama-nama orang yang kita hormati. Apakah yang muncul di benak kita? Pasti rasa damai sejahtera karena kita mengingat kembali saat-saat di mana kita merasa Tuhan mengirimkan mereka untuk menolong kita. Itulah yang disebut nama baik atau nama yang harum.

Karena itu, logislah jika sang pemikir berkesimpulan bahwa hari kematian lebih baik dibandingkan dengan hari kelahiran. Sebab, orang mati tak mungkin lagi berbuat jahat. Kenyataannya, dosa membuat manusia cenderung berbuat jahat. Sehingga kematian merupakan hal yang perlu disyukuri pula berkait dengan nama baik.

Intinya, mari kita jaga diri kita! Agar hari kematian kita juga sungguh menjadi hari yang menyenangkan! Dan orang boleh merasakan harumnya nama kita saat melayat kita di rumah duka.

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Ged Lawson

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *