(Luk. 24:30-31)
Kedua murid itu—yang telah mengundang orang asing itu untuk tinggal—kemudian menjamu dalam makan bersama. Makan bersama berarti kita bersedia membagikan apa yang berguna untuk hidup. Manusia tentu bisa hidup tanpa sandang dan papan, tetapi sulit hidup tanpa makanan. Makananlah yang membuat manusia hidup.
Makan bersama juga mengindikasikan adanya suasana akrab. Makan bersama memperlihatkan rasa persaudaraan. Mengapa? Karena ada seseorang yang telah mau berbagi makanannya. Dan jangan pula kita lupa berbagi makanan berarti berbagi kehidupan.
Oleh karena itu, biasanya suasana dalam makan bersama, sesederhana apa pun lauknya, serbaceria. Jarang sekali makan bersama berlangsung dengan paras cemberut. Sebab makan bersama memang memperlihatkan suasana kebersamaan itu.
Tindakan kedua murid itu sebagai manusia merdeka itu ternyata membuat mereka menjadi lebih merdeka. Mulanya mereka merdeka dalam hal pangan dan papan. Mereka memiliki rumah dan makanan. Namun, peristiwa kematian Yesus dan isu yang berkembang di sekitar kebangkitan Yesus masih membelenggu mereka. Mereka masih diliputi kecemasan, kekhawatiran akan hidup mereka selanjutnya sebagai murid Yesus. Mereka masih belum merdeka.
Tindakan mereka—mengundang orang asing itu dan makan bersama—membuat mereka lebih merdeka. Mereka merdeka dari kecemasan masa depan. Ada harapan baru karena Yesus telah bangkit. Itu berarti Yesus adalah Allah. Mereka mengalami kemerdekaan sejati. Dan Yesus yang bangkit itu membangkitkan mereka untuk membangkitkan orang lain.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional