Posted on Tinggalkan komentar

Piala Dunia 2018

Piala Dunia 2018 usai sudah. Prancislah jawaranya. Banyak hal yang bisa dipetik dari perhelatan dunia ini.

Photo by Fauzan Saari on Unsplash

Pertama, sepakbola adalah permainan tim, yang terdiri atas sebelas orang, bahkan kadang menjadi dua belas—para suporter. Tentu sebuah tim terdiri atas individu-individu. Akan tetapi, setiap individu tersebut haruslah meyakini bahwa dia merupakan bagian dari sebuah tim. Terkait ini, ada adagium yang menarik dalam bahasa Inggris: There is no ”I” in Team (tak ada saya dalam sebuah tim).

Kedua, karena itulah setiap individu mesti bekerja sebagai sebuah tim. Ketika ada seorang yang mencetak gol, itu bukanlah gol dirinya, tetapi gol kesebelasannya, dan akhirnya menjadi gol para pendukungnya juga. Akan tetapi, ketika seseorang melakukan kesalahan, tak perlulah menyalahkan dirinya karena semua itu dilakukannya untuk membela timnya.

Itulah yang terjadi ketika sundulan Mario Mandzukic tidak menyelamatkan, tetapi malah membobol gawang sendiri. Para pemain Kroasia tak terlihat menyalahkannya. Lagi pula, buat apa menyalahkan karena Mandzukic sendiri pasti sudah amat menyesal. Begitu pula ketika Hugo Lloris, kiper Prancis, melakukan blunder yang dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Mandzukic, para pemain Prancis tetap fokus pada pertandingan dan tidak menyalahkannya.

Persoalan terbesar dalam sebuah tim adalah ketika seseorang merasa lebih hebat, lebih berjasa, ketimbang yang lainnya. Itu hanya akan membuat suasana dalam tim menjadi panas, dan tak lagi fokus dalam mencapai tujuan bersama.

Ketiga, setiap kesebelasan yang tertinggal, juga Kroasia dalam final, selalu antusias menyerang. Mereka tidak mau berhenti menyerang sebelum peluit berakhir. Mereka bersemangat menyerang karena masih memiliki harapan! Semua kemungkinan bisa terjadi. Kenyataannya, itulah yang sering terjadi dalam piala dunia tahun ini. Sehingga menit-menit tambahan waktu pertandingan menjadi saat yang menarik untuk disimak.

Ngomong-ngomong soal ”antusias”, kata ini berasal dari bahasa Yunani en dan theos, yang bermakna ”dalam Tuhan”. Dan memang di dalam Tuhan, segala sesuatu mungkin terjadi. Syaratnya adalah lakukan yang terbaik, dan libatkanlah Tuhan dalam pekerjaan kita!

Selamat Bekerja,

Yoel M. Indrasmoro
Direktur Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *