Allah memanggil tiap-tiap orang untuk maksud yang telah Ia sediakan bagi mereka. Kerja merupakan sarana untuk memenuhi maksud Allah itu. Dengan demikian, pekerjaan juga sebuah panggilan.
Memahami kerja sebagai panggilan akan menolong kita—dengan pertolongan Allah tentunya—memperlengkapi diri kita agar mampu memenuhi panggilan-Nya. Perlengkapan itu tak hanya berwujud pengetahuan, melainkan juga keterampilan.
Menurut Peter F. Drucker, dalam buku The Daily Drucker, ”Pengetahuan tidak menghilangkan keterampilan. Sebaliknya, dengan cepat pengetahuan akan menjadi fondasi kokoh bagi keterampilan.” Hanya dengan cara itulah pengetahuan sungguh menjadi produktif.
Sebagai contoh, tentu kita sepakat bahwa editor merupakan pekerjaan intelektual. Namun, pada kenyataannya para editor biasanya menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja dengan tangan ketimbang dengan otaknya.
Memang pekerjaan utamanya ialah menjadi jembatan antara penulis dan pembaca agar pembaca dapat memahami dengan tepat maksud penulis. Namun, editor yang baik pastilah tak akan membiarkan terjadinya kesalahan ejaan dan tanda baca yang akan membuat pembaca menjadi sesat pikir.
Dia harus berupaya dengan keras untuk mencapai nihil obstat ”tanpa kesalahan”. Ketertiban berbahasa merupakan buah dari pelatihan bertahun-tahun. Jelaslah, karya editorial sendiri merupakan hasil pekerjaan intelektual sekaligus manual.
Oleh karena itu, pentinglah bagi setiap pekerja intelektual untuk berusaha mengembangkan dirinya dalam keterampilan demi menghasilkan pekerjaan berkualitas.
Kualitas menjadi penting karena itulah kebutuhan utama manusia. Kualitas itu laksana rasa asin dalam sebutir garam. Ya, apalah artinya garam jika telah kehilangan asinnya? Masih layakkah disebut garam?
Dengan kata lain, gelar memang penting. Namun, apalah artinya gelar tanpa keterampilan yang membuktikan bahwa kita layak mengenakan gelar tersebut! Hanya dengan cara itulah kita akan dimampukan sungguh-sungguh menggarami dan menerangi dunia di mana Tuhan menempatkan kita!
Selamat bekerja,
Yoel M. Indrasmoro
Direktur Literatur Perkantas Nasional