Masih ingat kisah orang Majus? Menurut Anda siapakah bintang tamu dalam kisah tersebut? Tentu Anda tidak akan memilih Herodes Agung, tokoh yang paling tidak agung dalam pandangan manusia normal. Karena ingin melanggengkan jabatan, dia tega membantai anak-anak di bawah usia dua tahun.
Anda juga mungkin tidak akan memilih para imam kepala dan ahli Taurat. Sekelompok orang yang paling tahu bahwa Mesias akan lahir di Betlehem, tetapi toh tidak hidup dan memercayai pengetahuan itu. Buktinya: mereka tidak pergi bersama orang Majus untuk menyembah Mesias.
Saya duga Anda akan memilih orang Majus, yang dengan setia mencari Kebenaran. Bahkan telah menyiapkan diri untuk sungkem di hadapan raja yang baru lahir itu.
Dari segi biaya yang dikeluarkan memang tidak sedikit. Setidaknya perlu biaya akomodasi selama dua tahun. Kalau untuk hotel dan makan butuh Rp500 ribu sehari, maka untuk seorang saja butuh biaya inap dan makan sebesar Rp365juta. Belum biaya transportasinya. Belum lagi modal untuk persembahan—emas, kemenyan, dan mur—yang diberikan.
Namun, izinkan saya mengusulkan Sang Bintang sebagai bintang tamu. Dialah yang sungguh-sungguh menemani orang Majus sampai ke Betlehem. Dialah tanda yang mengarahkan orang Majus untuk menyembah bayi Yesus. Tanpa Sang Bintang, mereka tidak akan sampai pada tujuannya.
Nah, kita juga dipanggil untuk menjadi bintang masa kini. Tugas kita tidaklah menjadi tanda yang mengarahkan orang lain kepada diri sendiri, melainkan hanya kepada Allah. Segala kemuliaan, puji, dan sembah hanya bagi Allah. Sebuah tanda memang tidak lebih penting dari yang ditandainya.
Dan menjadi bintang semestinya dimulai di tempat kerja kita masing-masing.
Selamat bekerja,
Yoel M. Indrasmoro
Direktur Literatur Perkantas Nasional