Posted on Tinggalkan komentar

Kuasa

”Lalu kekuasaan TUHAN meliputi aku” (Yeh. 37:1). Betapa banyak orang—saya juga—ingin memiliki kuasa. Kuasa untuk mengatur orang atau sesuatu. Bangga rasanya jika mampu mengatur.

Photo by Roman Averin on Unsplash

Ada seorang kawan masa remaja bernama Mangatur. Bisa jadi orang tuanya ingin dia menjadi pribadi yang bijak mengatur.

Harus diakui, banyak orang suka mengatur, dan herannya enggak mau diatur. Bahkan, kadang senang melanggar aturan—atas nama wewenang.

Catatan Yehezkiel di pembuangan menarik disimak. Kekuasaan Allahlah yang melingkupinya. Dia dalam kondisi—bukan menguasai—tetapi dikuasai.

Yehezkiel dikuasai Allah, bukan sebaliknya. Dikuasai Allah berarti meletakkan kehendak diri dalam kehendak Allah; menyesuaikan kehendak diri dengan Allah.

Berkait kuasa Allah, memang cuma dua pilihan: dikuasai atau menguasai Allah. Dan Tuhan Yesus pun dalam pencobaan di padang gurun—yang juga berkait kuasa—lebih suka dikuasai Bapa-Nya ketimbang bertindak semaunya.

Kata-kata itu mengikat. Bagi seorang pemimpin, kata-kata itu lebih mengikat lagi, tak hanya bagi orang yang dibawahkannya, terutama dirinya sendiri. Terlebih kata-kata yang memang diyakininya dari Allah sendiri.

Mungkin baik, jika kita berikhtiar: ”Tuhan, ketika diri mulai berpikir, berkata-kata, dan bertindak semaunya, biarlah kuasa-Mu meringkus diriku!”

Selamat bekerja!

Yoel M. Indrasmoro
Direktur Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *