Dia bukan orang miskin. Namun, dia merasa ada yang kurang dalam dirinya. Dia berusaha mencari tahu kekurangannya itu dengan bertanya kepada Yesus. Dengan penuh antusias dia berlari-lari untuk menemui Yesus Orang Nazaret dan bertanya:
”Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Mrk. 10:17).
Sang Guru tidak langsung menjawab pertanyaannya. Yesus mengatakan bahwa tentunya orang itu telah mengetahui sebagian dari Sepuluh Firman. Dengan cepat dia mengatakan bahwa semuanya itu telah dilakukan sejak kecil. Akan tetapi, ini soalnya, dia tetap merasa ada yang kurang.
Sang Guru lalu meminta dia untuk menjual hartanya dan membagikannya kepada orang miskin, lalu menjadi murid-Nya. ”Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya” (Mrk. 10:22).
Di mana persoalannya? Tentu, bukan pada hartanya. Kekayaan itu netral. Akan tetapi, menjadi tidak netral—malah berbahaya—tatkala kekayaan itu menjadi tuan atas manusia. Tak salah menjadi kaya, tetapi menjadi masalah tatkala kekayaan itu membuat kita terikat kuat padanya. Kaum Yesuit punya istilah yang bagus: ”kelekatan”.
Kelekatan pada sesuatu bisa membuat seseorang malah menjauh dari Tuhan. Tak hanya kekayaan dan keluarga, pekerjaan atau jabatan pun bisa membuat kita tak lagi melekat kepada Tuhan. Pdt. Em. William Ho, mantan Ketua Sinode Gereja Kristus Yesus, dalam salah satu wawancara pernah berujar: ”Kursi itu dipakai untuk kerja, jangan dipegang terus.”
Jabatan kadang membuat orang begitu sibuk mempertahankannya, sehingga malah lupa alasan utama dia duduk di kursi itu: ”bekerja”. Sebab pekerjaannya ya cuma itu: bagaimana mempertahankan kursinya.
Selamat Bekerja,
Yoel M. Indrasmoro
Direktur Literatur Perkantas Nasional