”Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu” (Luk. 6:20, 24).
Demikian sabda Yesus. Namun, itu tidak berarti, orang miskin pasti bahagia dan orang kaya pasti merana. Keadaan orang miskin akan berubah menjadi baik asal mereka menerima kedaulatan Allah yang mutlak penuh. Sedangkan keadaan orang kaya akan menjadi buruk kala menolak kedaulatan Allah.
Menurut Rama Gianto, Injil Lukas mau berbicara kepada orang miskin, yakni orang yang kekurangan materi, orang yang tak bisa mencukupi kebutuhan hidup, yang hidupnya pas-pasan. Namun, Injil juga berbicara kepada orang kaya, yakni orang yang berkelebihan, orang yang tak merasakan kekurangan.
Kepada yang miskin dikatakan bahwa mereka tak dilupakan Allah. Mereka malah boleh merasa memiliki Kerajaan Allah. Kepada orang kaya tidak dikatakan bahwa mereka tidak memiliki Kerajaan Allah. Namun, kehidupan mereka itu tak akan ada artinya, malah mendatangkan celaka, bila sudah merasa puas dan aman dengan kelimpahan mereka.
Pada titik ini Yesus tidak menjajakan kemiskinan sebagai keutamaan dan mencerca kekayaan sebagai sumber laknat. Sesungguhnya, sabda bahagia itu memampukan orang berharap akan merdeka sekalipun masih terbelit kemiskinan atau terjerat ikatan kekayaan. Sabda Yesus menawarkan kepada manusia untuk menata kembali martabatnya secara utuh, tidak lusuh karena kemelaratan atau busuk tertimbun kekayaan.
Dan semuanya itu hanya mungkin terjadi tatkala manusia mengizinkan Allah bertakhta atas dirinya!
Selamat Bekerja!
Yoel M. Indrasmoro
Direktur Literatur Perkantas Nasional