”TUHAN adalah gembalaku.” Demikianlah Daud memulai Mazmur 23. Kalimat awal ini merupakan pengakuan iman Daud. Tuhanlah subjeknya. Dialah pusat kalimat.
Kenyataannya, TUHAN memang subjek segala sesuatu. Alkitab dimulai dengan pengakuan iman: ”Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej. 1:1). Artinya, Dialah pemrakarsa awal. Dialah pencipta. Di luar diri-Nya adalah ciptaan.
TUHAN, Sang Pencipta, disebut gembalaku. Ada kata milik ”ku” di sini. Artinya, ada kaitan erat antara Tuhan dan penyebutnya. ”TUHAN adalah gembalaku” bukan kalimat kosong. Ada hubungan erat antara Dia dan orang yang menyebut-Nya sebagai Gembala.
Hubungan itu bukan tanpa akibat. ”Tuhan adalah gembalaku” dilanjutkan dengan kalimat ”takkan kekurangan aku”. Dalam Alkitab Terjemahan Lama tertera: ”Bahwa Tuhan itulah gembalaku, maka tiada aku akan kekurangan suatupun.” Jelaslah, kalau Tuhan yang menjadi gembala, kita tidak akan kekurangan apa pun.
Pertanyaannya, apakah itu berarti orang percaya tidak akan pernah mengalami kesulitan hidup? Menarik untuk diperhatikan, ayat-ayat selanjutnya memperlihatkan bahwa domba itu tetap harus berjalan menuju rumput yang hijau dan air yang tenang. Jadi, ya harus capek. Kenyataan di dunia ini, tidak semua rumput hijau dan tidak semua air tenang. Jangan lupa, bahwa hidup di dunia membuat kita sesekali berjalan dalam lembah kekelaman. Namun, dalam semuanya itu, Tuhan beserta.
Penyertaan Tuhan merupakan kunci Mazmur 23 ini. Janganlah kita melihat ayat 2-6 sebagai keadaan gemah ripah loh jinawi saja. Bukan itu fokusnya. Titik pusatnya adalah dalam keadaan apa pun Tuhan beserta kita karena Dialah gembala kita. Juga di tengah pandemi Covid-19 yang melingkupi kita sekarang ini.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional