(Ayb. 32:17-22)
”Aku pun hendak memberi sanggahan pada giliranku, aku pun akan mengemukakan pendapatku. Karena aku tumpat dengan kata-kata, semangat yang ada dalam diriku mendesak aku. Sesungguhnya, batinku seperti anggur yang tidak mendapat jalan hawa, seperti kirbat baru yang akan meletup. Aku harus berbicara, supaya merasa lega, aku harus membuka mulutku dan memberi sanggahan. Aku tidak akan memihak kepada siapa pun dan tidak akan menyanjung-nyanjung siapa pun, karena aku tidak tahu menyanjung-nyanjung; jika demikian, maka segera Pembuatku akan mencabut nyawaku” (Ayb. 32:17-22).
Elihu tak bisa menahan diri lagi. Baik pikiran maupun perasaannya penuh dengan kata-kata. Itu seperti anggur yang dalam proses fermentasi kadang merobek kirbat baru. Dan karena itu memang harus dikeluarkan.
Yang menarik disimak dari kata-kata Elihu adalah adanya keinginan untuk tidak memihak siapa pun—tentu dalam hal ini adalah antara Ayub dan sahabatnya—dan tidak menyanjung-nyanjung. Dia juga menyatakan bahwa dia siap diambil nyawanya. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Tak akan kubela siapa pun dalam sengketa ini dan tak seorang pun akan kupuji-puji. Cara menyanjung-nyanjung pun, aku tidak tahu, dan seandainya aku melakukan itu, Allah akan segera menghukum aku.”
Ya, inilah yang dapat kita pelajari dari Elihu, yakni bersikap adil.