(Ayb. 32:1-16)
”Aku masih muda dan kamu sudah berumur tinggi; oleh sebab itu aku malu dan takut mengemukakan pendapatku kepadamu. Pikirku: Biarlah yang sudah lanjut usianya berbicara, dan yang sudah banyak jumlah tahunnya memaparkan hikmat. Tetapi roh yang di dalam manusia, dan nafas Yang Mahakuasa, itulah yang memberi kepadanya pengertian. Bukan orang yang lanjut umurnya yang mempunyai hikmat, bukan orang yang sudah tua yang mengerti keadilan. Oleh sebab itu aku berkata: Dengarkanlah aku, aku pun akan mengemukakan pendapatku” (Ayb. 32:6-10).
Demikianlah Elihu memulai pendapatnya. Jelaslah, selama percakapan antara Ayub dan ketiga sahabatnya, Elihu hanya diam. Tampaknya dia berusaha menahan dirinya. Alasannya sederhana: dia merasa masih muda. Kemudaan membuat dia merasa perlu diam dan membiarkan yang tua berbicara lebih dahulu. Namun, dia tak mampu lagi mengekang mulutnya.
Penulis Kitab Ayub menyatakan: ”Lalu marahlah Elihu bin Barakheel, orang Bus, dari kaum Ram; ia marah terhadap Ayub, karena ia menganggap dirinya lebih benar dari pada Allah, dan ia juga marah terhadap ketiga orang sahabat itu, karena mereka mempersalahkan Ayub, meskipun tidak dapat memberikan sanggahan” (Ayb. 32:2-3).
Elihu marah tak hanya kepada Ayub, tetapi juga ketiga sahabatnya. Kepada Ayub karena dia membenarkan dirinya sendiri dan mempersalahkan Allah; kepada ketiga sahabatnya karena mereka tidak mampu membantah kata-kata Ayub, meskipun mereka mempersalahkannya.
Berkait Elihu, yang menarik disimak, Alkitab Edisi Studi menjelaskan bahwa Elihu—yang namanya berarti ”Dialah TUHANKU”—adalah keturunan Bus, keponakan Abraham. Tampaknya Elihu cukup dikenal pada masanya. Penulis Kitab Ayub bahkan memberikan keterangan tambahan bahwa dia adalah anak Barakheel yang berarti El (TUHAN) sudah memberkati.
Dalam kalimat-kalimat awal Elihu nyata bahwa akal budi berasal dari Allah dan kemampuan seorang mengolah akal budinya tak berbanding lurus dengan usia seseorang. Dengan kata lain kebijakan sering tak berkait umur. Dan karena itu Elihu bicara.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional