Posted on Tinggalkan komentar

Biarlah

(Ayb. 31:38-40)

”Jikalau ladangku berteriak karena aku dan alur bajaknya menangis bersama-sama, jikalau aku memakan habis hasilnya dengan tidak membayar, dan menyusahkan pemilik-pemiliknya, maka biarlah bukan gandum yang tumbuh, tetapi onak, dan bukan jelai, tetapi lalang.”

Demikianlah ikhtiar Ayub. Terkesan berani sekali. Namun, yang tidak boleh kita lupa, Ayub memang menerapkan standar tinggi dalam hidupnya. Sehingga dia berani dihukum oleh Allah jika terbukti melakukan kejahatan. Ayub bersedia dihukum karena tahu bahwa hidupnya bersih.

Memang dalam kehidupan nyata ada juga orang yang rela menerima hukuman, bahkan merasa perlu bersumpah untuk itu. Namun, ketika mulai sedikit terkuak kejahatannya, dia pun mulai menarik sumpahnya kembali.

Ayub beda. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini dinyatakan: ”Seandainya tanah yang kubajak telah kucuri, dan kurampas dari pemiliknya yang sejati, seandainya hasilnya habis kumakan, dan petani yang menanamnya kubiarkan kelaparan, biarlah bukan jelai dan gandum yang tumbuh di ladang, melainkan semak berduri dan rumput ilalang.”

Ayub siap menanggung kerugian besar itu karena dia memang tak bersalah sedikit pun. Sebab dia tahu semua hal itu tak akan menimpa dirinya. Nah, kalau sekarang ini Ayub ketimpa bencana, dia sepertinya juga percaya bahwa itu bukanlah hukuman Allah atas kejahatannya. Para sahabatnya memang tak memercayainya, tetapi itu bukan soal. Dia tahu Allah masih percaya kepadanya. Itu sudah cukup bagi Ayub.

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *