(Ayb. 31:31-37)
”Jikalau orang-orang di kemahku mengatakan: Siapa yang tidak kenyang dengan lauknya?—malah orang asing pun tidak pernah bermalam di luar, pintuku kubuka bagi musafir!—Jikalau aku menutupi pelanggaranku seperti manusia dengan menyembunyikan kesalahanku dalam hatiku, karena aku takuti khalayak ramai dan penghinaan kaum keluarga mengagetkan aku, sehingga aku berdiam diri dan tidak keluar dari pintu!” (Ayb. 31:31-34).
Ayub sungguh pribadi terbuka. Dia tidak merasa perlu menyembunyikan apa pun, khususnya perlakuan terhadap orang lain. Kemungkinan besar karena Ayub memang menerapkan standar hidup tinggi.
Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Orang-orang yang bekerja padaku tahu, bahwa siapa saja kujamu di rumahku. Rumahku terbuka bagi orang yang bepergian; tak pernah kubiarkan mereka bermalam di jalan. Orang lain menyembunyikan dosanya, tetapi aku tak pernah berbuat seperti mereka. Pendapat umum tidak kutakuti, dan penghinaan orang, aku tak peduli. Tak pernah aku tinggal di rumah atau diam saja, hanya karena takut akan dihina.”
Ya, Ayub tak peduli apa kata orang karena dia memang memberlakukan standar hidup yang ketat bagi dirinya sendiri. Dan itu jugalah yang menjadi modal utama hidupnya. Bahkan, dalam ayat 35-36 Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini: ”Seandainya tuduhan musuh terhadap aku ditulis semua sehingga terlihat olehku, maka dengan bangga akan kupasang pada bahu, dan sebagai mahkota kulekatkan di kepalaku. Akan kuberitahukan kepada Allah segala yang kubuat; akan kuhadapi Dia dengan bangga dan kepala terangkat.”
Ayub tidak malu dengan standar ketat hidupnya. Bahkan dia merasa bangga dengan itu Dia juga tidak malu disebut sok suci. Pada kenyataannya Ayub memang tidak bersikap sok suci. Dia hanya berupaya untuk hidup suci.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional