(Pengkhotbah 7:15-22)
Dalam Pengkhotbah 7:15, sang pemikir mengakui: ”Dalam hidupku yang sia-sia aku telah melihat segala hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam kesalehannya, ada orang fasik yang hidup lama dalam kejahatannya.” Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Hidupku tak ada gunanya, tetapi selama hidupku itu kulihat yang berikut ini: Ada kalanya orang yang baik binasa, walaupun dia saleh. Adakalanya orang yang jahat panjang umurnya, walaupun dia terus berdosa.”
Sejatinya, itu jugalah yang ada dalam pikiran banyak orang yang beranggapan bahwa panjang umur itu berkat, sedangkan pendek umur itu musibah. Tak heran, jika sang pemikir—dalam ayat 16-17—melanjutkan dengan nasihat: ”Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri? Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?” Benarkah nasihat ini?
Jawabannya tentu tidak benar jika menggunakan kacamata Ilahi. Dalam pandangan Allah tak ada yang sia-sia. Dalam, Wahyu 14:13 dinyatakan: ”Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: ’Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini.’ ’Sungguh,’ kata Roh, ’supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka’” Bahkan, ketika orang saleh mati muda, kita bisa memahaminya sebagai anugerah.
Hidup saleh merupakan keniscayaan bagi setiap orang yang mau hidup dalam Tuhan. Dan bagi mereka, mengutip surat Paulus kepada Jemaat di Filipi, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Semuanya itu anugerah Allah belaka. Tiada yang sia-sia.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Istimewa