Posted on Tinggalkan komentar

Terangku dan Keselamatanku

”TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut?” Demikianlah Daud memulai Mazmur 27. Nadanya retorik—pertanyaan yang tak butuh jawaban. Ya, siapa lagi yang harus ditakutkan jika Allah yang menjadi terang dan keselamatan kita? Dengan jitu Daud memandang Allah sebagai terang dan keselamatan.

Terang merupakan kebutuhan utama manusia. Manusia normal butuh terang untuk melihat. Dalam kegelapan, manusia serbagamang—dia tidak dapat melangkah dengan pasti. Tak hanya terang secara fisik, manusia pun butuh jiwa, hati, dan pikiran terang. Hanya dalam terang budilah kita mampu mengambil keputusan-keputusan penting. Mungkin inilah alasan Allah menciptakan terang sebagai awal dari semua ciptaan.

Menarik pula disimak, Yesus, Sang Anak Domba Paskah, pernah berkata, ”Akulah terang dunia; siapa saja yang mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang kehidupan” (Yoh. 8:12).

Tak hanya itu, manusia juga butuh keselamatan. Manusia rela antre di rumah sakit agar selamat. Ngomong-ngomong soal antre, berkait tes mandiri Covid-19 yang saya jalani sekitar dua minggu lalu, karena diberitahu seorang teman bahwa banyak yang mengantre, saya sengaja ke RS Persahabatan pukul 5.25.

Ternyata saya bukan orang pertama, sudah ada Abdul Muis. Selidik punya selidik, dia menginap di rumah sakit agar bisa mendapatkan nomor antrean pemeriksaan. Namun, akhirnya dia kecewa karena berdasarkan rontgen thorax dan darah dia dianggap baik-baik saja dan hanya diberi obat. ”Sebenarnya saya ingin diswab agar lebih pasti,” keluhnya kepada saya.

Sesungguhnya Abdul Muis hanya ingin mendapatkan kepastian akan kesehatan tubuhnya. Sebab dia telah ditolak dua rumah sakit. Kepastian itulah yang akan membuatnya merasa tenang. Memang ada kaitan antara keselamatan jasmani dan keselamatan rohani.

Nah, Daud memandang Allah sebagai terang dan keselamatan pribadinya. Di dalam Allah dia merasa memiliki terang dan keselamatan. Dan itulah yang membuat jiwanya merasa tenang. Bagaimana pula dengan kita di tengah pandemi Covid-19 ini?

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *