(Ayb. 11:1-6)
”Apakah orang yang banyak bicara tidak harus dijawab? Apakah orang yang banyak mulut harus dibenarkan? Apakah orang harus diam terhadap bualmu? Dan kalau engkau mengolok-olok, apakah tidak ada yang mempermalukan engkau?” (Ayb. 11:2-3).
Zofar tak sanggup menahan dirinya. dia marah terhadap Ayub. Dalam anggapan Zofar, Ayub terlalu banyak bicara dan merasa diri benar. Dan karena itu, dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini, lugas dia berkata, ”Tidakkah omong kosong itu diberi jawaban? Haruskah orang yang banyak mulut itu dibenarkan? Ayub, kaukira kami tak mampu menjawabmu? Kausangka kami bungkam karena ejekanmu?”
Menurut Zofar, Ayub telah bertindak tidak patut di hadapan Allah—menganggap diri benar. Kalau Ayub menganggap dirinya benar, dalam logika Zofar, berarti Ayub mengatakan bahwa Allah salah. Menyalahkan Allah bukanlah tindakan yang patut dilakukan. Itu sama saja dengan penghujatan. Dan hukumannya adalah kematian.
Memang apa yang dikatakan Zofar ada benarnya: banyak bicara belum tentu benar. Namun, tampaknya ini juga kesalahan Zofar, dia menilai semua omongan Ayub itu dari penilaian normal. Padahal, Ayub sendiri berada dalam situasi dan kondisi yang tidak normal.
Zofar berharap—sepertinya karena dia juga tidak terlalu percaya diri berdebat dengan Ayub—Allah sendirilah yang akan menjawab gugatan Ayub. Dalam ayat 5-6 Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini, Zofar berkata, ”Tapi, semoga Allah sendiri berbicara! Dan semoga engkau diberitahu oleh-Nya, bahwa hikmat itu banyak seginya, dan tak dapat dimengerti manusia. Maka sadarlah engkau bahwa deritamu tak berapa, dibandingkan dengan hukuman yang layak kauterima.”
Pada titik ini tampaknya Zofar, mungkin saking kesalnya, menilai bahwa penderitaan Ayub itu tak seberapa, dan Ayub akan mendapatkan hukuman yang lebih besar. Padahal Zofar pun tak pernah merasakan apa yang diderita Ayub.
Yang juga bisa kita pelajari di sini adalah jika kita belum siap menerima penolakan terhadap nasihat kita, diam adalah jalan terbaik. Jika kita tidak siap, mungkin kita malah akan menjadi marah dan akhirnya malah jatuh ke dalam lubang penghakiman terhadap orang lain.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional