(Pengkhotbah 12:13-14)
Sang pemikir menutup Kitab Pengkhotbah dengan sebuah kesimpulan: ”Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.”
Kesimpulan itu bukanlah tanpa dasar. Tampaknya, setelah berkali-kali berbicara soal kesia-siaan—, juga beberapa kali menyatakan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia—sang pemikir menyadari hakikat dirinya sebagai hamba Allah. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Takutlah kepada Allah dan taatilah segala perintah-Nya, sebab hanya untuk itulah manusia diciptakan-Nya.”
Sang Pemikir memahami bahwa manusia diciptakan untuk menghormati dan menaati Allah. Mengapa? Sebab Dia Allah. Segala sesuatu bersumber dan bermuara pada diri-Nya. Bapa gereja Agustinus mengaku, ”Engkau menciptakan kami untuk diri-Mu sendiri. Hati kami gelisah sebelum beristirahat dalam diri-Mu!” Persekutuan dengan Allah merupakan panggilan sejati setiap manusia.
Manusia dicipta seturut gambar dan rupa Allah. Kekosongan jiwa manusia hanya mungkin dipenuhi oleh Allah sendiri. Bagi manusia, Allah adalah segala-galanya. Di luar itu—di luar persekutuan dengan Allah—sungguh sia-sia!
Dengan kesimpulan ini pula telah kita selesaikan ziarah nalar sang pemikir dalam buku yang sungguh menguras energi ini. Meskipun, harus diakui, sungguh mencerahkan.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Sarah Dorweiler