(Ams. 1:1-7)*
Kitab Amsal dibuka dengan tujuan kitab itu ditulis. Tindakan baik—juga logis—karena dengan pembukaan seperti itu para pembaca diajak untuk sungguh memahami alasan keberadaan buku tersebut, juga posisinya di antara buku-buku lain yang pernah terbit sebelumnya.
Dan tujuannya, dalam ayat 2-6, tertera: ”untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna, untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran, untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda—baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan—untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak.
Menurut John Stott, setiap epigram (peribahasa yang padat dan penuh kearifan, serta sering mengandung paradoks) dalam Kitab Amsal dihasilkan oleh akal sehat di samping kebenaran Allah. John Stott meyakini, hikmat manusia dan hikmat Allah tidak harus tidak cocok satu sama lain. Melalui kata-kata emas kuno ini, Allah masih menyampaikan firman-Nya kepada kita hingga hari ini.
Mudah dinalar mengapa, dalam ayat 7 Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Untuk memperoleh ilmu sejati, pertama-tama orang harus mempunyai rasa hormat dan takut kepada TUHAN.” Dasar hikmat manusia adalah hikmat Allah sendiri. Dan itu bisa dan hanya bisa didapatkan ketika manusia mendasarkan seluruh pencariannya pada hikmat Allah sendiri. Rasa hormat dan takut kepada Allah merupakan dasar pengetahuan.
Dengan cara demikian, seorang yang berhikmat tidak hanya dipanggil untuk pintar sendiri, tetapi dipanggil juga memanfaatkan ilmunya bagi kemaslahatan banyak orang. Dengan kata lain, seorang berilmu harus—meminjam syair Bing Slamet—”jujur melangkah”.
Mungkin persoalannya memang di sini, tak jarang orang pintar malah minteri ’memerdayai’ orang lain. Dan itu tak mungkin terjadi jika yang bersangkutan menjangkarkan hati dan pikirannya pada sikap hormat dan takut akan Allah.
Itu jugalah yang semestinya menjadi bekal utama bagi kita dalam memahami setiap epigram yang diyakini sebagai buah karya Salomo bin Daud, raja Israel.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Istimewa