(Pengkhotbah 8:9-17)
Dalam ayat 10 sang pemikir heran: ”Aku melihat juga orang-orang fasik yang akan dikuburkan boleh masuk, sedangkan orang yang berlaku benar harus pergi dari tempat yang kudus dan dilupakan dalam kota.”
Bayangkan jenazah orang fasik boleh dikuburkan di Yerusalem, tetapi jenazah orang benar malah ditolak! Kemungkinan uanglah yang membuat orang fasik boleh dikuburkan di kota kudus. Ini sungguh menyesakkan setiap orang berakal sehat. Dan anehnya Allah sepertinya membiarkan hal itu terjadi.
Pada ayat 14, sang pemikir kembali memperlihatkan kenyataan di bumi manusia: ”Ada suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi: ada orang-orang benar, yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang benar.” Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Ada orang saleh yang dihukum bagai pendurhaka, ada penjahat yang diganjar bagai orang saleh.” Lalu apa artinya menjadi saleh, jika dia pun malah dihukum laksana penjahat. Dan bagi sang pemikir ini sungguh kesia-siaan belaka.
Namun demikian, sang pemikir pun mengakui, di sini kita pun perlu belajar darinya, dalam ayat 17: ”Manusia tidak dapat menyelami segala pekerjaan Allah, yang dilakukan-Nya di bawah matahari. Bagaimanapun juga manusia berlelah-lelah mencarinya, ia tidak akan menyelaminya. Walaupun orang yang berhikmat mengatakan, bahwa ia mengetahuinya, namun ia tidak dapat menyelaminya.”
Pengakuan ini semestinya cukup menghibur. Karena dengan begitu kita bisa kembali ingat bahwa Allah memang Allah. Jika kita tak terlalu memahami sebuah peristiwa, kita tak perlu gusar. Jalan terlogis adalah menyerahkan ketidaktahuaan kita pada kemahakuasaan dan kemahaadilan Allah. Itu berarti, berkait dengan Allah, enggak paham juga enggak apa-apa!
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Joshua Earle