(Pengkhotbah 7:7)
Berkait suap dan korupsi, sang pemikir menyimpulkan: ”Sungguh, pemerasan membodohkan orang berhikmat, dan uang suap merusakkan hati.” Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Jika orang arif menipu, bodohlah tindakannya; jika orang menerima uang suap, rusaklah wataknya.”
Jelaslah, tak ada orang yang steril dari korupsi. Orang berhikmat pun tidak lepas dari penyimpangan ini. Virus suap dan korupsi, bak COVID-19, memang bisa menjangkiti siapa saja, apa pun agamanya, bahkan orang yang dianggap arif pun. Sehingga jalan yang layak bagi setiap orang adalah waspada.
Dalam Doa Bapa Kami, Yesus Orang Nazaret punya kiat jitu. Sang Guru mengajar kita memohon: ”Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Mat. 6:11). Hidup secukupnya adalah cara jitu untukmembebaskan kita dari virus korupsi ini. Kepada para prajurit, Yohanes Pembaptis juga memberikan nasihat: ”Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu” (Luk. 3:14).
Mungkin persolannya adalah bagaimana mengembangkan sikap hidup cukup. Pertama, percayalah bahwa rejeki adalah karunia Allah. Karena karunia, harus kita terima dengan penuh syukur. Kedua, percayalah bahwa pemberian Allah itu memang cukup untuk kebutuhan kita. Kalau merasa enggak cukup, mari kita putar otak supaya cukup. Ketiga, tetap bergantung penuh kepada Allah. Tak sedikit orang merasa bahwa ketidakcukupan bisa menjadi alasan kuat untuk melakukan kejahatan. Ketika merasa tidak cukup, mintalah Allah untuk memampukan kita mencukupkan diri dengan berkat-Nya.
Tak terlalu mudah memang! Akan tetapi, itulah panggilan kita sebagai Kristen. Karena, sebagaimana kata sang pemikir, jika itu dibiarkan maka hati kita akan dirusakkan oleh virus suap dan korupsi ini. Sebab, kita bisa ketagihan, yang hanya akan membuat kitamalu bercermin wajah sendiri.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Markus Spiske