Posted on Tinggalkan komentar

Panjang Sabar

(Pengkhotbah 7:8-9)

Berkait emosi, sang pemikir menyatakan: ”Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati. Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.”

Menarik disimak, kesabaran dikaitkan dengan kalimat ”akhir suatu hal lebih baik dari awalnya”. Yang kadang membuat orang tidak sabar adalah ketika suatu hal terjadi tak sesuai harapan. Dan karena itu, dia marah. Padahal—ini kata sang pemikir—yang tidak sesuai harapan kita bisa jadi belum titik. Masih ada kelanjutannya. Mungkin tinggal sedikit waktu lagi. Pertanyaannya: sabarkah kita?

Yang juga menarik, panjang sabar dikaitkan pula dengan tinggi hati. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”lebih baik bersabar daripada terlalu bangga”. Itu artinya, jika sesuatu hal terjadi seturut dengan kehendak kita, jangan buru-buru sombong. Ingat, itu mungkin bukan akhirnya. Jadi, mari kita tunggu sedikit waktu lagi.

Kelihatannya sang pemikir mengajak pembacanya untuk tidak bersikap grasah grusuh atau tergesa-gesa. Kesabaran pasti lebih aman dan menguntungkan.

Menjadi tambah menarik, sang pemikir mengaitkan ketidaksabaran dengan dendam. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Jangan buru-buru naik pitam; hanya orang bodoh menyimpan dendam.” Dendam dalam hati sering kali menjadi pemicu seseorang menjadi tidak sabar terhadap orang lain.

Dengan kata lain, sang pemikir hendak mengatakan, tak ada gunanya menyimpan dendam. Mungkin benar kita pernah merasa dilukai. Namun, aneh rasaya jika kita malah memelihara luka dan tidak menyembuhkannya. Itu berarti, mari kita belajar mengampuni!

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Istimewa

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *