Posted on Tinggalkan komentar

Spiritualitas Keseharian

(Luk. 2:39-40)

”Setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediaman mereka, yaitu kota Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan anugerah Allah ada pada-Nya.”

Hidup tak sekadar perayaan, namun juga keseharian. Dari segi jumlah waktu, keseharian pastilah lebih banyak dari perayaan. Hidup memang tak sekadar pesta. Dan pesta pun akhirnya usai.

Itu jugalah yang dilakukan keluarga Yusuf dan Maria. Setelah melakukan semua yang mesti dilakukan seturut hukum Tuhan, pulanglah mereka ke Nazaret, di Galilea, kota kediaman mereka. Yusuf kembali ke pekerjaannya selaku tukang kayu, dan Maria pun kembali pada tugasnya sebagai istri dan ibu.

Namun, yang penting untuk dicatat adalah dalam keseharian yang terkesan profan itu, menurut Alkitab BIMK, ”Anak itu bertambah besar dan kuat. Ia bijaksana sekali dan sangat dikasihi oleh Allah.” Pola pengasuhan Yusuf dan Maria ternyata menghasilkan pribadi yang secara fisik sehat, namun secara rohani sungguh bijaksana, bahkan terdapat catatan dikasihi Allah.

Apa artinya ini? Keseharian bukanlah hal yang remeh. Rutinitas bukanlah hal biasa. Kita mesti mengisinya dengan hal-hal yang terbaik dan luar biasa. Persoalannya sering memang di sini, rutinitas telah mengalami peyorasi, yaitu perubahan makna yang mengakibatkansebuah ungkapan menggambarkan sesuatu yang lebih tidak enak dan tidak baik. Padahal, makan, minum, tidur, kerja, juga mengasuh anak merupakan rutinitas. Masak iya kita menganggapnya sebagai sesuatu yang negatif.

Oleh karena itu, kita perlu memberi makna rohani pada yang rutin-rutin tadi. Dan itu bisa kita sebut sebagai spiritualitas keseharian.

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *