(Luk. 2:41-42)
”Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.”
Catatan Lukas berkait dengan religiositas orang tua Yesus menarik disimak. Tampaknya Lukas dengan sengaja menggunakan keterangan waktu ”tiap-tiap tahun”. Itu berarti tak pernah tidak. Setiap tahun Maria dan Yusuf pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah.
Kita bisa menduga bahwa Yusuf dan Maria bukanlah keluarga kaya, namun tentu saja tak miskin-miskin amat. Atau, kita bisa menduga bahwa mereka menyediakan dana yang cukup agar dapat berziarah ke Yerusalem setiap tahunnya.
Namun, di atas semuanya itu mereka menghayati bahwa Paskah bukan peristiwa biasa dalam kehidupan berbangsa, juga kehidupan keluarga. Paskah merupakan Hari Kemerdekaan Israel sebagai bangsa. Peristiwa kemerdekaan itu bukanlah akibat perjuangan mengangkat senjata, tetapi karena Allah telah memilih dan mengangkat mereka sebagai umat milik-Nya sendiri. Dan itulah yang hendak dirayakan di Yerusalem. Dan sekali lagi penghayatan tak hanya menyentuh ranah batin, namun juga ranah tindak. Tak hanya konsumsi otak, juga raga.
Dan ketika Yesus berumur dua belas tahun, Yusuf dan Maria pun mengajak Yesus untuk berziarah ke Yerusalem. Bisa jadi tahun-tahun sebelumnya Yesus bertanya mengapa mereka berdua melakukannya. Dan mereka kemungkinan besar menjelaskannya dengan baik. Mungkin saja Yesus mengutarakan keinginannya untuk ikut, dan Maria telaten menghibur anaknya bahwa semua ada waktunya dan meminta Yesus bersabar.
Sikap ibadah memang perlu dihayati dan diterapkan dalam keluarga sejak dini. Pada titik ini orang tua Yesus patut dijadikan teladan.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional