(Ayb. 20:1-11)
”Oleh sebab itulah pikiran-pikiranku mendorong aku menjawab, karena hatiku tidak sabar lagi. Kudengar teguran yang menghina aku, tetapi yang menjawab aku ialah akal budi yang tidak berpengertian” (Ayb. 20:2-3). Demikian kata-kata Zofar orang Naama. Dia merasa terhina. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Hai Ayub, aku merasa tersinggung olehmu, kini aku ingin segera memberi jawabanku. Kata-katamu itu sungguh menghina, tetapi aku tahu bagaimana menjawabnya.”
Pada hemat Zofar, Ayub asal bicara. Dan karena itulah kata-kata Zofar menjadi lebih keras. Dalam ayat 4-5, Zofar menegaskan: ”Belumkah engkau mengetahui semuanya itu sejak dahulu kala, sejak manusia ditempatkan di bumi, bahwa sorak-sorai orang fasik hanya sebentar saja, dan sukacita orang durhaka hanya sekejap mata?”
Ayub pasti tahu bahwa sorak-sorai orang jahat hanya sebentar. Keangkuhan orang jahat juga sekejap. Mereka akan hilang tanpa bekas. Binasa adalah muara bagi orang fasik. Namun, tampaknya Zofar sengaja mengatakannya karena dalam pandangan Zofar: Ayub telah bertindak jahat. Kejahatan Ayub adalah dia tidak merasa salah, berani menggugat Allah, dan hebatnya Ayub merasa bahwa Allah masih di pihaknya.
Kenyataan inilah yang tak dimengerti Zofar orang Naama. Bagaimana bisa Ayub yang begitu sombongnya menyatakan diri tiada salah, berani mendebat Allah dan merasa Allah telah menghukumnya tanpa alasan, namun bisa percaya bahwa Allah berada di pihaknya? Bagi Zofar inilah kejahatan sejahat-jahatnya. Ini sungguh di luar logika Zofar orang Naama.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional