Posted on Tinggalkan komentar

Penebusku Hidup

(Ayb. 19:23-27)

”Ah, kiranya perkataanku ditulis, dicatat dalam kitab, terpahat dengan besi pengukir dan timah pada gunung batu untuk selama-lamanya!” (Ayb. 19:23-24). Demikianlah harapan Ayub. Dia ingin keluhan, rintihan, dan gugatannya kepada Allah dicatat.

Kelihatannya Ayub memahami bahwa pencatatan merupakan hal penting. Pencatatan akan membuat dia terus ingat. Bagaimanapun tulisan yang buram bertahan lebih lama ketimbang pikiran yang tajam. Manusia memang mudah lupa. Dan karena itu perlu ditulis.

Tampaknya Ayub juga meyakini bahwa tulisan—entah di atas kulit, kertas, juga batu—akan membuat manusia terus belajar. Dan tampaknya Ayub ingin belajar dari apa yang menimpa dirinya. Dan Ayub tidak ingin menyembunyikan kepahitan yang menimpa dirinya. Kemungkinan besar karena Ayub percaya bahwa apa yang terjadi pada dirinya suatu waktu akan berakhir.

Selanjutnya, Ayub tegas berkata, ”Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu” (Ayb. 19:25-27).

Itulah yang diimani Ayub. Allah akan menebusnya. Allah di surga akan turun tangan untuk membelanya. Meski dengan tubuh yang sudah rusak, Ayub percaya bahwa dia akan melihat Allah memihak dirinya. Ayub percaya suatu saat Allah akan menolongnya. Ini memang cuma perkara waktu. Dan karena itu bertahan dalam penderitaan merupakan hal logis.

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *