Di bagian akhir Mazmur 55 Daud memberi nasihat jitu: ”Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.”
Jitu karena rasa khawatir sendiri sesungguhnya bukan buatan kita. Rasa itu tiba-tiba datang menyergap kita. Makin kita pikirkan, malah makin khawatir. Tak mudah lepas darinya.
Dan biasanya yang membuat kita khawatir adalah masa depan. Tak ada orang yang mengkhawatirkan hari kemarin. Sehingga logislah jika kita menyerahkan khawatir tadi kepada Allah. Mengapa? Karena Allah adalah pemilik masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Menyerahkan rasa khawatir kepada Allah mensyaratkan adanya kepercayaan penuh. Dan itulah yang akan membuat kita merasakan pemeliharaan-Nya. Persoalannya: meski sudah menyerahkan rasa khawatir itu kepada Allah, kadang kita masih merasa khawatir.
Pada titik ini, kita perlu memakai alur pikir Tuhan Yesus. Kepada banyak orang, Sang Guru pernah berkata, ”Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Mat. 6:27). Bukankah kita milik Allah? Kalau masih khawatir juga, mungkin memang kita belum memercayai-Nya.
Percaya itu berarti bersikap seperti seorang penumpang pesawat terbang. Meski cuaca buruk—yang membuat pesawat terguncang—sang penumpang tetap tenang. Dia tidak merasa perlu ke ruang pilot untuk mengambil alih kemudi. Mengapa? Sebab dia memang bukan pilot.
Dengan kata lain, serahkan pada ahlinya. Dan berkait hidup, yang paling ahli memang Allah—Sang Hidup itu sendiri.
Berkenaan dengan pandemi COVID-19, tentu ada kekhawatiran menyergap di sana-sini. Untuk itu, nasihat pemazmur masih tetap sama: ”Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.”
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional