(Ams. 1:20-32)
Dalam ayat 20-21 penulis Kitab Amsal memperkenalkan ”hikmat” dan karyanya: ”Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan suaranya, di atas tembok-tembok ia berseru-seru, di depan pintu-pintu gerbang kota ia mengucapkan kata-katanya.”
Dalam Alkitab Edisi Studi, yang dimaksud dengan hikmat adalah pengetahuan dan pengertian akan apa yang benar, adil, tulus, dan jujur. Hikmat berasal dari TUHAN, yang memberikan pengertian kepada mereka yang menghormati dan menaati TUHAN.
Dalam ayat 20 hikmat digambarkan sebagai pribadi yang tak pernah berhenti bersuara. Suaranya pun nyaring. Hakikat hikmat adalah bersuara. Misinya adalah mengingatkan, menegur, mencerahkan, bahkan menghibur manusia untuk tetap menaati Allah, Sang Pencipta.
Menarik jika diperhatikan bagaimana hikmat ada di sekeliling manusia: di jalan, di lapangan, di atas tembok, dan di depan pintu gerbang kota. Pada zaman kuno orang biasanya berkumpul di tembok dan gerbang kota. Para pemimpin kota biasa mengadili berbagai kasus dan membuat keputusan penting di depan pintu-pintu gerbang.
Itu berarti manusia bisa mendapatkan hikmat di mana saja, bisa dari para pemimpin kota di gerbang kota atau dari manusia yang lalu lalang di jalanan. Namun, di atas semuanya itu, yang sunguh penting dalam pencarian hikmat adalah kesediaan untuk mendengarkan. Tanpa pendengaran yang baik, mustahil kita akan mendengar hikmat itu. Bisa jadi suaranya tenggelam oleh suara dari dalam diri kita sendiri.
Dan itulah inti dari belajar. Belajar apa saja mensyaratkan kerinduan untuk mendengarkan. Tanpa mendengarkan, kita tak akan pernah belajar apa pun.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Markus Spiske