(Ayb. 16:18–17:10)
”Hai bumi, janganlah menutupi darahku, dan janganlah kiranya teriakku mendapat tempat perhentian! Ketahuilah, sekarang pun juga, Saksiku ada di sorga, Yang memberi kesaksian bagiku ada di tempat yang tinggi. Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis, supaya Ia memutuskan perkara antara manusia dengan Allah, dan antara manusia dengan sesamanya” (Ayb. 16:18-21).
Demikianlah pengakuan Ayub. Dengan lantang dia berteriak kepada bumi, ”Hai bumi, kejahatan terhadapku jangan sembunyikan; jangan diamkan teriakku minta keadilan” (Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini). Permintaan laki-laki dari Tanah Us itu sederhana: dia ingin orang memperhatikan kejahatan yang menimpanya. Dan kejahatan itu berasal dari para sahabatnya sendiri yang memaksanya mengakui kesalahannya.
Menariknya, Ayub menjadikan Allah sebagai Saksi. Allah memang mahatahu. Dan kemahatahuan Allah itulah yang menjadi alasan Ayub. Sehingga, meski banyak orang tak memercayainya, Ayub merasa tak perlu minder, apalagi takut, karena dia punya Saksi.
Manusia bisa meragukan perkataannya. Itu merupakan hal yang wajar karena tak ada manusia yang mengetahui pikiran dan hati orang lain. Namun, tak ada keraguan dalam diri Allah. Sebab tak ada yang tersembunyi di hadapan-Nya. Semua serbaterbuka.
Oleh karena itu, pada ayat 3-4 Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini, Ayub memohon kepada Allah, ”Biarlah Engkau menjadi jaminanku bagi-Mu sendiri! Siapa lagi yang dapat membuat persetujuan bagiku? Karena hati mereka telah Kaukatupkan bagi pengertian; itulah sebabnya Engkau mencegah mereka untuk menang.”
Ayub meminta Allah menjadi Penjaminnya. Sebab jaminan-Nya itu kekal sifatnya.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional