(Ayb. 16:7-17)
”Tetapi sekarang, Ia telah membuat aku lelah dan mencerai-beraikan segenap rumah tanggaku, sudah menangkap aku; inilah yang menjadi saksi; kekurusanku telah bangkit menuduh aku. Murka-Nya menerkam dan memusuhi aku, Ia menggertakkan giginya terhadap aku; lawanku memandang aku dengan mata yang berapi-api” (Ayb.16:2-3).
Itulah yang dipahami Ayub. Dia memang tidak tahu bahwa Iblis berperan besar dalam prahara yang menimpanya. Namun, karena dia memahami bahwa Allah mahakuasa dan membiarkan bencana menimpanya, Ayub menegaskan bahwa Yang Mahatinggi telah membuatnya lelah.
Ayub merasa lelah. Lelah menanggung bencana yang datang bertubi-tubi: harta musnah, anak hilang, istri yang menyindir karena ketiadaan pemahaman, plus sahabat yang memaksa dia untuk mengakui kesalahan yang tidak pernah dibuatnya.
Mungkin karena punya banyak pengetahuan tentang Allah, para sahabat itu mengambil langkah berbeda dibandingkan istri Ayub. Istri Ayub sekali bicara langsung diam ketika Ayub menegurnya. Para sahabatnya, mungkin karena lebih dari satu, tak langsung diam, tetapi malah bergantian menghujani Ayub dengan nasihat. Mungkin para sahabatnya itulah yang disebut Ayub sebagai lawan yang memandang dia dengan mata yang berapi-api.
Namun demikian, Ayub tetap pada pendiriannya. Dalam ayat 15-17, Ayub menyatakan: ”Kain kabung telah kujahit pada kulitku, dan tandukku kumasukkan ke dalam debu; mukaku merah karena menangis, dan bulu mataku ditudungi kelam pekat, sungguhpun tidak ada kelaliman pada tanganku, dan doaku bersih.”
Ya, Ayub tetap menyatakan tak ada kejahatan yang diperbuatnya dan doanya pun bersih.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional