”Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam!” Demikianlah pengakuan bani Korah di awal Mazmur 84. Tak sekadar pengakuan di mulut, namun pemazmur sungguh menggandrungi rumah Allah.
Dalam konteks Israel pada masa itu Bait Allah di Yerusalem merupakan pusat peribadahan umat Israel. Itu berarti Bait Allah juga merupakan pusat jati diri bangsa Israel. Sehingga berada di Bait Allah merupakan kerinduan setiap orang Israel.
Di Bait Allah pemazmur merasa diterima karena Allah memang tidak akan menolak setiap orang yang datang kepada-Nya. Allah tidak pernah membuang manusia. Bahkan, burung pipit dan burung layang-layang pun mendapatkan tempat. Pernyataan bahwa burung layang-layang membuat sarang di mezbah merupakan sebuah kenyataan. Menurut Alkitab Edisi Studi, mungkin hawa panas dari kurban bakaran menghangatkan sarang-sarang burung.
Pemazmur pun akhirnya mengakui pada ayat 11 Alkitab BIMK: ”Lebih baik satu hari di Rumah-Mu daripada seribu hari di tempat lain. Aku memilih menjadi penjaga pintu di Rumah Allahku daripada tinggal di rumah orang jahat.” Dia lebih suka menjadi penjaga pintu Bait Allah ketimbang menjadi tamu di rumah orang jahat. Mengapa? Sebab di rumah Allah dia sungguh mendapatkan kehidupan itu sendiri.
Di tengah pandemi COVID-19 mungkin perasaan kita sama seperti pemazmur. Itu sungguh wajar. Namun—mungkin ini bisa menjadi sumber penghiburan kita juga—Paulus dalam surat kepada jemaat di Korintus mengingatkan: ”Bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu” (1Kor. 3:17).
Ya, kita adalah bait Allah. Itu berarti Allah berkenan tinggal dalam diri kita. Karena itu, mari kita jaga kekudusannya!
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Istimewa