Daud memulai Mazmur 103 dengan ajakan: ”Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!”
Menarik disimak, yang diajak adalah dirinya sendiri. Mengapa diri sendiri? Biasanya ajakan dari diri sendiri kepada diri sendiri biasa lebih kuat dibandingkan jika orang lain yang mengajak. Bagaimanapun diri sendiri adalah pribadi yang paling dekat dengan kita dibandingkan dengan pribadi mana pun. Kita sungguh mengenal keberadaan diri kita sendiri ketimbang orang lain.
Kelihatannya Daud memahami ada kaitan antara pujian kepada Allah dengan ingatan akan kebaikan Allah. Pujian kepada Allah akan membuat kita makin menyadari siapakah sesungguhnya Allah itu. Memuji Allah niscaya membuat manusia mengingat segala kebaikan Allah. Dan kebaikan Allah itu diuraikan secara detail oleh Daud pada ayat-ayat berikutnya: mengampuni kesalahan, menyembuhkan penyakit, menebus hidup, memahkotai dengan kasih setia dan rahmat, memuaskan hasrat manusia dengan apa yang baik.
Memuji Allah akan membuat kita makin memahami sifat Allah. Dan sifat Allah—dan memang itu yang Dia dikerjakan—ditelaah lebih dalam pada ayat 9-11: ”Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia.”
Allah tidak menghardik manusia terus-menerus dan tidak selama-lamanya memarahi umat-Nya. Allah mengampuni manusia karena paham bahwa manusia memang debu yang fana sifatnya. Dan yang pasti karena Dia adalah Bapa yang kekal. Mana ada orang tua normal yang tidak sayang kepada anak-anaknya?
Memuji Allah akan menjadikan manusia semakin mengasihi Allah. Oleh karena itu, mari kita meneladan Daud dengan berseru, ”Pujilah TUHAN, hai jiwaku!”
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Grant Ritchie