Dalam bait pertama Mazmur 102, pemazmur mengaduh: ”TUHAN, dengarkanlah doaku, dan biarlah teriakku minta tolong sampai kepada-Mu. Janganlah sembunyikan wajah-Mu terhadap aku pada hari aku tersesak. Sendengkanlah telinga-Mu kepadaku; pada hari aku berseru, segeralah menjawab aku!”
Pengaduan dan pengaduhan pemazmur bukan tanpa alasan. Pada bait kedua pemazmur berupaya menggambarkan perasaannya secara terperinci: ”Hidupku menghilang seperti asap; tulang-tulangku membara seperti api. Aku lesu seperti rumput kering, dan kehilangan nafsu makan. Aku mengerang dengan nyaring; badanku tinggal kulit pembungkus tulang. Aku seperti burung undan di padang gurun, seperti burung hantu di reruntuhan yang sepi. Aku tak bisa tidur, seperti burung yang kesepian di atap rumah. Sepanjang hari musuh menghina aku; namaku dijadikan kutuk oleh orang yang marah kepadaku. Aku makan abu seperti roti, minumanku bercampur air mata, sebab Engkau telah mengangkat dan melemparkan aku dalam kemarahan-Mu yang menyala-nyala. Hidupku berlalu seperti bayangan di waktu petang; aku menjadi layu seperti rumput” (BIMK).
Tampaknya pemazmur sedang mengalami sakit parah. Itu memang menyedihkan. Namun, yang lebih menyedihkan tatkala sakit itu menjadi bahan ejekan para musuhnya. Sudah jatuh ketimpa tangga. Pemazmur merasa dibiarkan Allah menanggung semuanya itu.
Namun, yang patut disimak, pemazmur tetap mengadu dan mengaduh kepada Allah. Karena dia percaya bahwa Allah mengetahui dan memedulikannya. Dan dasar dari pengaduan dan pengaduhan pemazmur adalah kekekalan dan kasih Allah. Pada ayat 13 pemazmur mengakui: ”Tetapi Engkau, ya TUHAN, bersemayam untuk selama-lamanya, dan nama-Mu tetap turun-temurun. Engkau sendiri akan bangun, akan menyayangi Sion, sebab sudah waktunya untuk mengasihaninya, sudah tiba saatnya.” Kekekalan dan kasih Allah meyakinkan pemazmur bahwa Yang Mahatinggi akan bertindak.
Telah tiga bulan lebih kita berada dalam wabah COVID-19. Hati, pikiran, dan tubuh kita telah penat. Namun, satu hal yang perlu disyukuri adalah kita masih bertahan hingga kini. Itu sungguh karunia Allah. Dan karena itu, marilah kita makin bersemangat untuk menyaksikan Allah memulihkan semuanya ini.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Istimewa