Posted on Tinggalkan komentar

Persembahan Doa

”Ya TUHAN, aku berseru kepada-Mu, datanglah segera kepadaku, berilah telinga kepada suaraku, waktu aku berseru kepada-Mu! Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang. Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku! Jangan condongkan hatiku kepada yang jahat, untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang fasik bersama-sama dengan orang-orang yang melakukan kejahatan; dan jangan aku mengecap sedap-sedapan mereka.” Demikianlah seruan Daud dalam bait pertama Mazmur 141.

Menarik disimak, Daud meminta Allah menganggap doanya sebagai persembahan. Itu berarti Daud meyakini bahwa doanya merupakan wujud sembahnya kepada Allah. Itu juga berarti doa itu merupakan hal terbaik yang bisa diberikannya kepada Allah. Inilah persembahan doa.

Tak heran, jika dalam bait pertama ini pun Daud memohon Allah untuk mengawasi mulut dan bibirnya. Sebab inilah dua bagian tubuh penting yang dipakai dalam doa. Anak Isai itu memohon agar Allah menjaga mulut dan mengawasi bibir agar doanya sungguh-sungguh layak dipersembahkan kepada Allah.

Pertanyaannya sekarang: Bagaimana dengan doa-doa kita kala pandemi ini? Apakah, sebagaimana Daud, kita menjadikann doa kita juga sebagai persembahan yang harum bagi Allah? Itu berarti doa itu semestinya bukan sekadar daftar permohonan, yang memuaskan keinginan kita, tetapi sungguh-sungguh untuk kemuliaan Allah belaka. Oleh karena itu, layaknya kita juga berkata seperti Daud, ”Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!”

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Istimewa

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *