(Luk. 8:1-3)
”Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka” (Luk. 8:3). Mereka bukan laki-laki. Mereka perempuan—golongan yang kurang mendapat tempat dalam budaya Yahudi. Namun, Yesus mengizinkan mereka terlibat dalam pelayanan-Nya. Mereka beroleh kesempatan melayani. Jelaslah, dari awalnya, pelayanan bukanlah monopoli kaum laki-laki.
Catatan Lukas itu agaknya menyiratkan suatu penghormatan khusus. Kelihatannya, mereka bukan tipe ibu rumah tangga, yang sibuk mengurus konsumsi. Lukas menyatakan, mereka melayani rombongan Yesus itu dengan kekayaan mereka. Mereka mendukung pelayanan Yesus dengan kocek mereka.
Beberapa hal perlu kita renungkan dengan cermat. Pertama, pelayanan butuh modal. Dan modal terbesar bukanlah uang. Modal terbesar adalah manusia. Uang penting. Namun, uang hanya alat. Bagaimanapun, manusialah yang punya uang.
Kedua, pelayanan bukan untuk mencari kekayaan. Mereka tidak menjadikan pelayanan menjadi ajang untuk mengumpulkan uang, tetapi mereka malah mengeluarkan uang. Semua itu dilakukan dengan rela.
Dalam catatan Lukas terdapat beberapa nama: Maria Magdalena, Yohana, Susana, dan banyak perempuan lain. Teofilus, pembaca pertama Kitab Lukas, tentu mengenal nama-nama itu. Kemungkinan, mereka memang orang berpengaruh di jemaat mula-mula.
Misalnya, Yohana. Dia istri dari Khuza, bendahara Herodes. Tentunya, dia seorang terpandang. Kemungkinan besar dia seorang bangsawan. Yang pasti, dia orang kaya.
Dia agaknya paham, kekayaannya hanya alat. Sehingga dengan mudah dia menggunakannya untuk mendukung pelayanan Yesus. Bisa jadi, dia juga memahami apa yang dimilikinya itu berasal dari Allah. Karena merasa diberi, tak sulit baginya untuk memberi.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional