(Pengkhotbah 10:5-7)
Berkait dengan kuasa, sang pemikir dalam ayat 5-7 menyatakan dengan tegas: ”Ada suatu kejahatan yang kulihat di bawah matahari sebagai kekhilafan yang berasal dari seorang penguasa: pada banyak tempat yang tinggi, didudukkan orang bodoh, sedangkan tempat yang rendah diduduki orang kaya. Aku melihat budak-budak menunggang kuda dan pembesar-pembesar berjalan kaki seperti budak-budak.”
Mungkin inilah pertanyaan yang layak kita ajukan: ”Kok bisa?” Jawabannya: pasti bisa. Sebab raja adalah pribadi penuh kuasa dalam suatu kerajaan. Dan persoalan terbesar kekuasaan adalah cenderung menyeleweng. Dosa membuat manusia—apalagi yang punya kuasa—cenderung menyimpang.
Sistem masyarakat modern—yang mengubah konsep daulat tuanku menjadi daulat rakyat—sebenarnya mencoba untuk mengurangi kemungkinan penyelewengan itu. Namun, harus kita akui, ini pun tak sepenuhnya berjalan baik.
Pemilihan umum tak terlalu menjanjikan. Senyatanya yang terpilih kebanyakan bukan yang terbaik, melainkan yang punya modal uang—entah modal sendiri atau modal pinjaman. Dan semua modal harus dikembalikan. Dan itulah yang sering menyebabkan penyelewengan.
Namun demikian, jalan keluar selalu ada. Pendidikan moral menjadi keniscayaan. Dan keluarga dituntut menjadi gurunya. Bagaimanapun, para penguasa itu tak muncul dari ruang hampa. Mereka berasal dari keluarga-keluarga.
Mari kita siapkan pemimpin mulai dari sekarang! Mari kita mulai dengan pendidikan moral dalam keluarga kita masing-masing.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Wim Van