”Bersorak-sorailah bagi Allah, kekuatan kita, bersorak-soraklah bagi Allah Yakub. Angkatlah lagu, bunyikanlah rebana, kecapi yang merdu, diiringi gambus. Tiuplah sangkakala pada bulan baru, pada bulan purnama, pada hari raya kita. Sebab hal itu adalah suatu ketetapan bagi Israel, suatu hukum dari Allah Yakub. Sebagai suatu peringatan bagi Yusuf ditetapkan-Nya hal itu, pada waktu Ia maju melawan tanah Mesir.” Demikianlah Asaf mengawali Mazmur 81.
Mazmur ini mungkin awalnya digunakan dalam perayaan bulan baru. Mengapa bulan baru perlu dirayakan? Jika itu pertanyaannya, maka jawabannya bisa juga berupa pertanyaan: Mengapa tidak merayakannya?
Perayaan bulan baru berarti kita mengakui bahwa waktu adalah anugerah Allah yang sungguh berharga. Semua yang kita lakukan hanya mungkin terjadi dalam waktu. Dan Allah sendiri memberikan kita kesempatan untuk melakukan semuanya itu dalam waktu yang merupakan karunia Allah sendiri. Dan merayakan bulan baru sejatinya juga merayakan berkat-berkat Allah yang diberikan hari demi hari.
Yang juga menarik, dalam merayakan bulan baru, umat Israel selalu diingatkan akan kegagalan mereka sebagai umat Allah. Dalam ayat 11-12, Asaf menulis: ” Akulah TUHAN, Allahmu, yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir: bukalah mulutmu lebar-lebar, maka Aku akan membuatnya penuh. Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku.”
Ini tidak berarti bahwa pemazmur mengungkit-ungkit kesalahan Israel, tetapi tampaknya dia mengingatkan Israel untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Memasuki bulan baru tidak berarti tanpa risiko melakukan kesalahan yang sama. Dan karena itulah, Israel diingatkan untuk tidak jatuh pada kesalahan yang sama.
Di tengah pandemi COVID-19 ini, marilah kita bersyukur karena Allah masih mengaruniakan hari kepada kita. Dan itu berarti masih ada kesempatan bagi kita untuk tidak jatuh dalam kesalahan yang sama.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Istimewa