(Pengkhotbah 10:16-17)
Sang pemikir menegaskan dalam ayat 16-17: ”Wahai engkau tanah, kalau rajamu seorang kanak-kanak, dan pemimpin-pemimpinmu pagi-pagi sudah makan! Berbahagialah engkau tanah, kalau rajamu seorang yang berasal dari kaum pemuka, dan pemimpin-pemimpinmu makan pada waktunya dalam keperkasaan dan bukan dalam kemabukan!”
Tak terlalu mudah memahami Alkitab Terjemahan Baru. Yang pasti hitam putihnya negeri sangat bergantung pada pemimpinnya. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Celakalah negeri yang rajanya muda belia, dan para pembesarnya semalam suntuk berpesta pora. Mujurlah negeri yang rajanya berwibawa, yang pembesarnya makan pada waktunya, tak suka mabuk dan pandai menahan dirinya.”
Kepemimpinan memang krusial. Mengapa? Sebab mereka adalah pemimpin. Dan pemimpin memiliki wewenang besar untuk menghitamputihkan keadaan karena dialah yang mengambil keputusan.
Dengan sengaja sang pemikir membedakan raja yang muda belia dan raja yang berwibawa. Terkesan stereotip, orang muda pasti tanpa pengalaman dan karena itu masih suka hura-hura. Meski memang benar, kalau rajanya enggak berwibawa, pasti para pembesarnya menganggap dia mudah diatur dan karena itu mereka bebas berpesta. Dan ketika raja berwibawa, maka bawahannya pun akan tertib hidupnya.
Pada titik ini kaderisasi menjadi pekerjaan rumah yang sungguh penting. Dan keluarga-keluarga dipanggil untuk menyemai pemimpin-pemimpin yang berwibawa. Sebab di tangan merekalah hitam putihnya negeri terletak.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Jehyun Sung