Penyair memulai Mazmur 98 dengan ajakan: ”Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus.”
Mengapa perlu nyanyian baru? Tidak bisakah dengan nyanyian lama? Ini tentu bukan masalah bisa atau tidak bisa. Akan tetapi—tampaknya inilah yang dimaksud penyair—pengalaman baru sewajarnya membuat orang membuat syair baru berdasarkan renungan atas peristiwa baru itu. Pertanyaannya sekarang: Apakah memang selalu ada peristiwa baru?
Ada ungkapan dalam bahasa Tionghoa: ”Kita tidak mungkin melewati sungai yang sama untuk kedua kalinya.” Kenyataannya memang demikian. Sebab aliran sungai itu tak pernah statis, selalu berubah. Itu berarti ada yang selalu baru.
Kalau kita perhatikan perbuatan-perbuatan Allah dalam hidup kita, Allah sering kali memberi pertolongan dengan cara yang berbeda. Tema besarnya tentu sama: Allah yang menyelamatkan. Namun, Allah tak pernah kehabisan kreasi dalam menolong kita. Dan karena itu, baik pula kita menyambut ajakan penyair—terlebih saat pandemi ini—untuk menyanyikan nyanyian baru bagi Allah.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Istimewa