Posted on Tinggalkan komentar

Menyanyikan Kekuatan Allah

Mazmur 59 merupakan gubahan Daud ketika Raja Saul memerintahkan orang mengawasi rumah Daud untuk membunuhnya. Nasib Anak Isai itu bak telur di ujung tanduk. Bagaimanapun Saul adalah penguasa tertinggi kerajaan, yang bisa menggerakkan bawahannya dengan segala cara membunuh Daud.

Namun demikian, dalam keadaan terjepit—dalam ayat 17-18—Daud menetapkan hati, ”Tetapi aku mau menyanyikan kekuatan-Mu, pada waktu pagi aku mau bersorak-sorai karena kasih setia-Mu; sebab Engkau telah menjadi kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku. Ya kekuatanku, bagi-Mu aku mau bermazmur; sebab Allah adalah kota bentengku, Allahku dengan kasih setia-Nya.”

Menarik disimak, Daud tidak memfokuskan dirinya pada situasi dan kondisinya sendiri, tetapi dia memusatkan diri pada kekuatan Allah dalam nyanyian. Itu sungguh logis, fokus kepada situasi dan kondisi diri bisa jadi malah membuat Daud frustrasi. Ya, apa yang bisa dilakukan mantan gembala Betlehem itu jika dibandingkan dengan Saul?

Akan tetapi, pengharapan muncul ketika menyanyikan kekuatan Allah. Bagaimanapun Allah lebih berkuasa ketimbang Saul. Lagi pula di mata Daud, Allah memang kota bentengnya, tempat dia bisa melarikan diri dari kejaran Saul. Dan yang penting kasih setia Allah kepada manusia, sebagaimana pribadi Allah, tidak pernah berubah.

Sejak 28 April saya dimasukkan Bang Gurgur Manurung dalam sebuah kelompok WA—yang berisi para perawat RSUD Tarutung, yang harus diisolasi di RS karena hasil rapid tesnya positif. Saya dimasukkan dalam kelompok WA itu karena dianggap pernah merasakan menjadi Pasien Dalam Pengawasan dan Orang Dalam Pemantauan.

Percakapan dalam kelompok WA tersebut lebih fokus pada penghiburan Allah—juga hal-hal yang menyenangkan—ketimbang kegalauan karena menunggu hasil swab dari Jakarta yang lama sekali datangnya. Dan pengharapan itu pun berbuah ketika 24 perawat dalam grup WA itu diizinkan pulang ke rumah pada 12 Mei karena hasil swab mereka negatif. Percakapan di grup pun ramai penuh syukur. Dan yang terpenting, kami semua menjadi saksi betapa Allah sungguh menyertai, baik di kala suka apalagi di kala duka.

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *