Posted on Tinggalkan komentar

Menunggu

Dalam nyanyian ziarahnya, di awal Mazmur 123, penyair menulis: ”Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga. Lihat, seperti mata para hamba laki-laki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita, sampai Ia mengasihani kita.”

Penyair melayangkan pandangan matanya kepada Allah karena percaya hanya Allahlah andalannya. Dia tak lagi mau mengandalkan orang lain, juga dirinya, atau kekuatan lain. Dia sungguh sadar Allah itu Mahakuasa. Kemahakuasaan Allah menjadi alasan utama penyair menengadahkan kepalanya ke surga.

Dia menengadah kepada Allah seperti para hamba menggantungkan diri kepada tuan dan nyonya mereka. Dia tidak pernah mau berhenti berharap. Dia sungguh memahami bahwa Allah itu setia. Kesetiaan Allah pasti akan membuat Allah bertindak pada waktunya. Dan untuk itu penyair mau menghabiskan waktu dengan menunggu.

Menunggu memang bukan perkara gampang. Menunggu mensyaratkan kesetiaan dan kesabaran. Dan anugerah-anugerah Allah memang layak ditunggu, apalagi di tengah pandemi ini.

Selamat menunggu!

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Jon Asato

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *