Posted on Tinggalkan komentar

Menjaring Angin

Pengkhotbah 1:12-18

Bersyukurlah kita, umat percaya abad XXI, yang menjadi ahli waris Kitab Pengkhotbah ini. Mengapa? Sebab kita berkesempatan membaca buah pikir seorang yang serius akan kehidupannya. Memang terkesan pesimistis, tetapi itulah gambaran diri seorang yang mencoba memahami makna hidupnya secara mendalam.

Pada ayat 13, sang Pemikir, berikhtiar: ”Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit.” Meski berstatus raja, dia merasa perlu menyediakan dirinya—berarti juga waktunya—untuk menyelidiki dan mempelajari dengan bijaksana segala yang terjadi di dunia ini. Sejatinya, manusia memang makhluk yang mencari makna. Hanya manusialah yang merenungkan dirinya, juga dunianya.

Victor Frankl, yang selamat dari kamp konsentrasi Auschwitz, meyakini bahwa manusia memiliki ”kehendak dasar untuk hidup yang penting dan bermakna”. Hanya, tak semua orang menyediakan dirinya untuk itu. Dalam buku Man’s Search for Meaning, Frankl, yang akhirnya menjadi profesor di Universitas Wina, menulis: ”Upaya untuk menemukan makna dalam hidup merupakan kekuatan motivasi utama dalam hidup manusia.”

Pada titik ini kita bisa meneladan sang Pemikir dengan merenungkan dunia kita. Meski merasa bahwa semua itu hanyalah pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri, dia tetap melakukannya. Dia agaknya paham itu merupakan hal yang terbaik dalam hidup.

Dalam ayat 14, sang Pemikir menyimpulkan: ”Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.” Kata Ibrani yang dipakai untuk kata ”menjaring” berkait dengan memelihara domba. Sesuatu yang sia-sia. Kesimpulan sang Pemikir itu benar selama ”di bawah matahari” (di luar Allah).

Sungguh ada benarnya juga kesimpulan pada ayat 18—”karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan”. Misalnya, orang enggak pergi ke dokter karena takut ketahuan penyakitnya.

Namun, mengetahui lebih dini suatu penyakit akan menolong kita lebih cepat mengatasi penyakit tersebut. Ini hal yang perlu disyukuri. Apalagi ketika kita mampu melihat penyakit itu dari sudut pandang Allah. Sering kali Allah mengizinkan suatu penyakit menyerang agar kita lebih mampu merasakan kasih-Nya. Dan tentu saja, kenyataan ini sungguh tidak sia-sia.

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Istimewa

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *