(Luk. 6:27-28)
”Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; berkatilah orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang berbuat jahat terhadap kamu.”
Perintah kepada para murid, yang terdengar absurd ini, dimulai dengan ucapan ”tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku”. Kata ”tetapi” merujuk pada ucapan bahagia dan kutuk pada perikop sebelumnya ketika mereka diperintahkan untuk mengandalkan Allah dan bukan yang lain. Itu berarti perintah Yesus merupakan langkah praktis dan nyata dari cara hidup mengandalkan Allah.
Penambahan frasa ”kepada kamu, yang mendengarkan Aku” memperlihatkan bahwa mereka, para murid, sedang berada dalam situasi dan kondisi mendengarkan Sang Guru. Tentu aneh jika mereka mendengarkan, namun tidak mau melakukan. Pastilah aneh jika mereka berkeinginan menyeleksi apa yang mereka ingin dengar dari guru mereka. Dan perintah Yesus memang melampaui kebiasaan umum orang Yahudi masa itu.
Mengasihi musuh, berbuat baik kepada yang membenci, memberkati yang mengutuk, berdoa bagi yang menjahati kita sejatinya merupakan buah dari pengandalan pada Allah. Pengandalan pada diri sendiri membuahkan pembalasan dendam. Atau balas dendam biasanya terjadi karena kita merasa tak mungkin ada orang yang akan menghukum orang itu, Allah pun tidak. Kita berpikir hanya kitalah yang peduli dengan nasib kita sendiri. Sehingga kita merasa perlu membalas orang yang telah membuat kita susah.
Standar Yesus memang beda. Dan itulah yang ditekankan Sang Guru kepada para murid-Nya, juga kita sekarang ini.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional