(Luk. 6:24-26)
”Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”
Bagian ini sekilas membingungkan. Ya, apakah Lukas melarang para murid Yesus untuk menjadi kaya, kenyang, dan tertawa?
Sepertinya Lukas hendak menyatakan bahwa kemujuran orang miskin bukanlah karena kemiskinannya; dan kesengsaraan orang kaya bukanlah karena kekayaannya. Bukan itu maksud Lukas. Mujurnya orang miskin tidak berasal dari kemiskinan mereka, tetapi karena Kerajaan Allah yang menjadi milik mereka.
Nah, persoalan orang kaya adalah mereka lebih mengandalkan kekayaan yang ada pada mereka. Hatinya puas dengan kekayaan mereka. Dan itulah yang menjadi penghiburannya selama ini. Sehingga tidak penghiburan lain baginya.
Lukas agaknya hendak mengatakan, semua orang, baik kaya maupun miskin, semestinya merindukan Allah. Bagaimanapun, Allah Sang Sumber Kehidupanlah yang akan sunggguh-sungguh mampu memenuhi kebutuhan setiap insan. Nah, inilah yang sering dilupakan manusia—entah mereka kaya atau miskin.
Berkait pujian, kemungkinan besar Lukas hendak menyatakan agar para murid Yesus tidak mabuk oleh pujian. Sebab itu hanya akan membuat mereka puas diri, yang akhirnya bermuara pada keangkuhan, lalu jatuh. Ingat kesombongan adalah awal kejatuhan.
Lalu, bagaimana ketika kita dipuji orang? Terimalah pujian itu dengan sewajarnya dengan mengucapkan terima kasih kepadanya. Lagi pula, jika kita cermati hidup kita secara saksama, maka yang paling layak menerima pujian hanyalah Allah sendiri. Bukankah kita cuma alat-Nya?
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional