Posted on Tinggalkan komentar

Berbahagialah

(Luk. 6:20-23)

”Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata, ’Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang punya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di surga; karena demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.’”

Lukas memperlihatkan bahwa ucapan bahagia dikatakan Yesus sembari memandang para murid-Nya. Sepertinya Yesus hendak berkata, ”Apakah Engkau merasa miskin? Apakah Engkau merasa lapar? Apakah Engkau merasakan tekanan dan aniaya?” Dan jika mereka mengatakan ya dalam hatinya, maka mereka punya alasan untuk bergembira.

Menarik diperhatikan bahwa untuk orang miskin tidak dikatakan bahwa mereka akan menjadi kaya, tetapi bahwa merekalah yang punya Kerajaan Allah. Miskin di sini memang bisa bermakna ganda. Yang pertama adalah miskin tanpa harta, dan yang kedua adalah orang yang bergantung pada Allah saja. Dan yang tidak punya apa-apa biasanya hanya menggantungkan dirinya kepada Allah.

Kepada mereka diberi alasan bahwa mereka akan memiliki Kerajaan Allah. Kalau dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Berbahagialah kalian orang-orang miskin, karena kalian adalah anggota umat Allah.” Ya, mereka adalah anggota umat Allah. Itulah alasan untuk berbahagia. Yang lapar akan kenyang, yang menangis akan tertawa.

Kalau ada yang merasa tertekan hidupnya karena kepercayaan kepada Allah, dikatakan bahwa mereka mesti bangga karena sebenarnya apa yang mereka alami itulah yang dialami para nabi pada masa lampau. Dengan kata lain, mereka semestinya bahagia karena dianggap seperti nabi-nabi Allah.

Itulah ucapan bahagia, juga alasan, yang dikatakan Yesus kepada para murid-Nya. Bagaimana dengan kita, orang-orang percaya abad XXI?

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *