(Ayb. 24:1-8)
”Mengapa Yang Mahakuasa tidak mencadangkan masa penghukuman dan mereka yang mengenal Dia tidak melihat hari pengadilan-Nya? Ada orang yang menggeser batas tanah, yang merampas kawanan ternak, lalu menggembalakannya. Keledai kepunyaan yatim piatu dilarikannya, dan lembu betina kepunyaan seorang janda diterimanya sebagai gadai, orang miskin didorongnya dari jalan, orang sengsara di dalam negeri terpaksa bersembunyi semuanya” (Ayb. 24:1-4).
Di mata Ayub, Allah sepertinya tak lagi peduli dengan korban kejahatan dengan membiarkan pelaku kejahatan tanpa hukuman sama sekali. Semuanya berbicara soal kepemilikan: menggeser batas tanah, merampas hewan, mengambil keledai anak yatim piatu, juga lembu betina janda sebagai gadaian.
Lembu adalah alat kerja; menerima lembu sebagai gadaian berarti membuat janda tersebut tak lagi bisa bekerja. Apalagi, ini lembu betina, yang bisa menghasilkan susu, yang bisa dijual atau dikonsumsi sendiri. Dengan kata lain sumber penghasilan. Atau kalau dibiarkan beberapa tahun bisa jadi mempunyai keturunan sehingga bisa menambah pemasukan.
Bisa jadi Ayub sedang membandingkan nasibnya dengan janda dan anak yatim itu. Dan kesimpulannya adalah sama-sama tidak dipedulikan Allah. Kenyataan ini sebenarnya bisa menjadi penghiburan karena Ayub tidak sendirian. Namun, fokus Ayub mungkin lebih kepada para sahabatnya yang kelihatannya dibiarkan Allah untuk terus menekannya. Kenyataan bahwa mereka semua adalah sahabatnya yang membuat Ayub makin terpuruk.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional