Daud memulai Mazmur 65 dengan syukur: ”Bagi-Mulah puji-pujian di Sion, ya Allah; dan kepada-Mulah orang membayar nazar. Engkau yang mendengarkan doa.” Daud meyakini bahwa pujian kepada Allah memang sudah semestinya. Dan frasa yang digunakan Daud bukanlah ”mendengar doa”, tetapi ”mendengarkan doa”.
Memang ada perbedaan besar antara ”mendengar” dan ”mendengarkan”. Struktur tubuh membuat setiap manusia mampu mendengar semua suara yang tertangkap oleh daun telinga. Namun, ”mendengarkan” berarti menyendengkan telinga kepada suara yang memang ingin didengarkan. Itu butuh usaha dan konsentrasi, juga kepedulian. Dan Allah adalah Pribadi yang bersedia mendengarkan doa manusia.
Dalam lagu ”Dia”, penyair menulis demikian: ”Dia perhatikan doa anak kecil, orang berdosa maupun orang suci. Meski Dia sedih lihat hidup kami, Dia selalu ampuni.” Allah adalah Pribadi yang memperhatikan doa. Dia mendengarkan doa setiap orang, tidak tergantung situasi rohani orang tersebut. Meski sering sedih dan kecewa, kasih Allah melimpah atas setiap orang yang datang kepada-Nya dalam doa. Penyaliban Yesus menjadi simbol betapa tangan yang tersalib itu terentang dan terbuka untuk merangkul semua orang yang datang kepada-Nya.
Sekali lagi, Allah adalah Pribadi yang mendengarkan doa. Tak ada hal sepele, yang tidak perlu disampaikan kepada Allah. Persoalannya, mungkin kita sendiri kadang menyeleksi mana yang perlu disampaikan kepada Allah dan mana yang tidak.
Pada titik ini, sebenarnya kita tengah membuat batas-batas—mana wilayah kita mana wilayah Allah. Di tengah pandemi COVID-19 ini, marilah kita ingat bahwa semua wilayah kita sejatinya adalah milik Allah. Bukankah kita adalah hamba-Nya?
Jika kita merasa Allah tidak mengabulkan doa kita, sejatinya itu hanya soal waktu. Pada akhirnya kita pun akan bernyanyi, ”Semua baik, semua baik, apa yang t’lah Kauperbuat di dalam hidupku. Semua baik, sungguh teramat baik, Kaujadikan hidupku berarti.”
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional