Daud mengakhiri Mazmur 31 dengan sebuah ajakan: ”Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN!” Agaknya Daud paham bahwa dalam berharap pun orang-orang pilihan Allah bisa lemah dan goyah. Apalagi jika terlalu lama menantinya.
Itu jugalah pengalaman Daud. Dia mengakui pada ayat 23: ”Aku menyangka dalam kebingunganku: ’Aku telah terbuang dari hadapan mata-Mu.’ Tetapi sesungguhnya Engkau mendengarkan suara permohonanku, ketika aku berteriak kepada-Mu minta tolong.”
Memang inilah pengalaman nyata manusia. Mungkin kita pun pernah merasakannya. Ketika menanti terlalu lama, kadang kita merasa Allah membiarkan kita tinggal merana, bahkan membuang. Padahal, sebagaimana pengakuan Daud, Allah mendengarkan seruan umat-Nya.
Di tengah pandemi Covid-19 mungkin ada di antara kita yang berada dalam fase—sekali lagi karena kebingungan—mempertanyakan kasih Allah. Yang sakit enggak sembuh-sembuh, yang sedang menanti hasil swab, yang kehilangan mata pencarian akibat pandemi ini.
Pada titik ini marilah kita berseru seperti Daud, ”Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, Allah yang setia!” (Mzm. 31:6). Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Ke dalam tangan-Mu kuserahkan diriku”.
Sejatinya diri kita seutuhnya memang milik Allah. Jika Allah memberikan hidup kepada kita hingga hari ini, Dia pasti memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan. Orang Jawa bilang, ana dina ana upa ’ada hari ada nasi’. Dalam perspektif kristiani: ada hari ada berkat Allah. Percayalah.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional