(Ayb. 29:1-25)
”Ah, kiranya aku seperti dalam bulan-bulan yang silam, seperti pada hari-hari, ketika Allah melindungi aku, ketika pelita-Nya bersinar di atas kepalaku, dan di bawah terang-Nya aku berjalan dalam gelap; seperti ketika aku mengalami masa remajaku, ketika Allah bergaul karib dengan aku di dalam kemahku; ketika Yang Mahakuasa masih beserta aku, dan anak-anakku ada di sekelilingku;” (Ayb. 29:2-5).
Berkait dengan ayat-ayat ini, Alkitab Parenting memberikan catatan menarik: ”Di antara kenangan masa lalu yang cemerlang, Ayub menyebutkan masa remaja ketika Allah bergaul karib dengannya dan ketika anak-anak masih ada di sekelilingnya. Kehadiran Allah dan anggota keluarga membuatnya merasa lengkap. Masa muda menjadi awal keakraban dengan Tuhan dan penyertaan Tuhan dapat dinikmati dalam kebersamaan dengan keluarga.” Jelaslah, kelengkapan bersama anggota keluarga merupakan berkat. Dan itulah yang dirasakan Ayub. Namun, sekarang anak-anak tak lagi di sisinya. Dan Ayub merana karena itu.
Tak hanya itu, dalam ayat 20-23, Ayub menyatakan: ”Kemuliaanku selalu baru padaku, dan busurku kuat kembali di tanganku. Kepadakulah orang mendengar sambil menanti, dengan diam mereka mendengarkan nasihatku. Sehabis bicaraku tiada seorang pun angkat bicara lagi, dan perkataanku menetes ke atas mereka. Orang menantikan aku seperti menantikan hujan, dan menadahkan mulutnya seperti menadah hujan pada akhir musim.” Keadaan Ayub waktu itu memang gemah ripah loh jinawi ’serbamakmur’, juga sangat dihormati.
Sungguh tak mudah merasakan apa yang Ayub rasakan. Kita pun juga sering melakukannya. Ketika kesulitan hidup menerpa, kita pun teringat akan masa-masa indah yang pernah terjadi. Salahkah? Tentu saja tidak. Mungkin malah baik. Sebab kita punya kenangan indah masa lampau. Dan itu yang membuat hidup kita terasa lengkap.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional