Posted on Tinggalkan komentar

Kekayaan

(Pengkhotbah 5:9-16)

Dalam Pengkhotbah 5:9, sang pemikir menegaskan: ”Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya” (Pkh. 5:9).

Uang atau kekayaan merupakan sesuatu yang netral pada dirinya sendiri. Akan tetapi, menjadi tidak netral—malah berbahaya—tatkala uang menjadi tuan atas diri kita. Tak salah menjadi kaya, tetapi sungguh masalah tatkala kekayaan itu membuat kita terikat, bahkan bergantung total padanya.

Paulus dalam suratnya kepada Timotius menekankan: ”Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1Tim. 6:10). Kita punya contoh bagus. Ingatlah Yudas Iskariot. Bunda Teresa pernah mengingatkan bahwa karena cinta akan uanglah Yudas menjual Yesus. Ingat jugalah kisah Paman Gober yang tidak bisa tidur karena takut kecurian.

Sejatinya, uang cuma alat, bukan tujuan. Uang itu sarana. Oleh karena itu, kita perlu mengelolanya, menguasainya, dan bukan sebaliknya. Nah, ini persoalannya, kadang orang berpikir bahwa dia menguasai harta, tetapi sering kali, itu yang dikatakan pengkhotbah, banyak orang enggak bisa tidur karena memikirkan hartanya. Dia pikir dia menguasai harta, kenyataannya dirinyalah yang dikuasai!

Bagaimanakah sikap kita seharusnya terhadap uang? Penting untuk terus diingat bahwa manusia adalah hamba Allah. Allah memercayakan uang kepada manusia untuk ditatalayani. Bukan dilayani, namun ditatalayani. Jangan sampai, keinginan kita menguasai, malah menjadikan kita dikuasai uang.

Keinginan jika terus dituruti pasti tak akan berhenti. Keinginan memang beda dengan kebutuhan, apalagi ketamakan. Kebutuhan itu ada batasnya, sedangkan keinginan itu tak terbatas.

Makan adalah kebutuhan manusia. Namun, makan di mana merupakan keinginan. Yang namanya keinginan itu tak akan ada habisnya. Agaknya, kita memang perlu belajar membedakan antara keinginan dan kebutuhan.

Akan tetapi, yang paling bahaya adalah makan siapa? Inilah ketamakan. Dan hidup macam begini pasti sia-sia!

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Eric Muhr

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *