Posted on Tinggalkan komentar

Kata-kata

(Ayb. 6:1-13)

”Ah, hendaklah kiranya kekesalan hatiku ditimbang, dan kemalanganku ditaruh bersama-sama di atas neraca! Maka beratnya akan melebihi pasir di laut; oleh sebab itu tergesa-gesalah perkataanku. Karena anak panah dari Yang Mahakuasa tertancap pada tubuhku, dan racunnya diisap oleh jiwaku; kedahsyatan Allah seperti pasukan melawan aku” (Ayb. 6:2-4).

Demikianlah pengakuan Ayub. Dia menyadari kekesalan hatinya membuat dia cepat berkata-kata. Dan ketika kata-kata itu keluar dari mulut, tak ada seorang pun yang bisa menariknya kembali. Yang bisa dilakukan hanyalah permintaan maaf dan mohon pemakluman dari pendengarnya.

Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Andaikata duka nestapaku ditimbang beratnya, pasti lebih berat daripada pasir samudra. Jadi, jangan heran jika kata-kataku kurang hati-hati serta terburu-buru. Panah dari Yang Mahakuasa menembus tubuhku; racunnya menyebar ke seluruh jiwa ragaku. Kedahsyatan Allah sangat mengerikan, dan menyerang aku bagai pasukan lawan.”

Sebenarnya Ayub cuma curhat. Namun, Elifas menganggapnya lebih dari curhat. Mungkin karena Elifas sungguh mengasihi Ayub, sehingga tak rela jika tidak menegur Ayub. Bisa saja Elifas, sebagai sahabat tentunya, merasa dipanggil untuk menegur Ayub. Bukankah seorang sahabat harus berani menegur? Membiarkan Ayub sesat pikir bukanlah kebijakan.

Akan tetapi, teguran terhadap orang yang tidak siap ditegur hanyalah membuat yang ditegur makin merana. Itu pulalah yang terjadi pada diri Ayub. Tindakan Elifas hanya membuat skala penderitaan Ayub bertambah. Jika awalnya Ayub mengutuki hari kelahirannya, sekarang dia malah berkata, ”Ah, kiranya terkabul permintaanku dan Allah memberi apa yang kuharapkan! Kiranya Allah berkenan meremukkan aku, kiranya Ia melepaskan tangan-Nya dan menghabisi nyawaku!” (Ayb. 6:8-9).

Ayub berharap Allah membunuhnya karena dia merasa tak ada lagi pertolongan baginya. Dan kesimpulan itu keluar dari mulut karena merasa sahabatnya tak lagi peduli dengannya. Kata-kata Elifas membuat Ayub merasa lebih suka mati saja.

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *